Minggu, 03 Mei 2009

Salahkah aku?


Aku adalah orang yang sangat menjunjung tinggi arti persahabatan. Setiap kali berteman akan selalu menjadi teman selamanya. Sampai sekarang aku tak pernah punya masalah dengan teman-teman. Sampai suatu hari aku berkenalan dengan seorang gadis bernama Icha. Kesan pertama penilaianku terhadap dia positif. Dari hari ke hari pertemananku dengannya semakin akrab. Apalagi saat ia menceritakan masalah pribadinya. Perjalanan hidup gadis itu sungguh memprihatinkan. Aku tak menyangka, ternyata gadis secantik dan semuda itu sudah begitu banyak menanggung beban hidup.

Rasa haru dan simpati terhadapnya semakin besar tatkala ia menceritakan satu persatu derita hidupnya. Dari A sampai Z aku mnedengarnya dengan seksama. Menjadi pendengar setia adalah lebih baik, pikirku saat itu. Sebagai seorang kawan baik, sesekali aku memberi komentar dan saran atas semua masalah-masalah yang ia hadapi. Di samping itupun aku begitu takjub akan ketabahan dan kesabarannya. Pada saat itu, aku merasa aku harus banyak belajar hidup dari gadis muda ini. Dia seorang gadis yang baik.

Suatu waktu, aku pernah sekali kecewa dengan sikapnya. Tapi masalah itu tak pernah aku ambil hati. Cukuplah dalam hati aku simpan. Kedua kali dia menipuku masalah uang. Akupun tak ambil pusing, uang bisa di cari. Toch nilainya tak seberapa. Sekali waktu dia meminjam uang sahabatku yang lain. Dari janji hanya 1 bulan akan di kembalikan, tapi sampai beberapa bulan telah berlalu dia belum juga membayar uang itu. Membuat aku yang di kejar-kejar hutang oleh kawanku sendiri. Sehingga persahabatanku dengan kawan yang lain pecah. Melihat wajahnya, tak sedikitpun dia merasa bersalah akan semua itu. Aku hanya bisa menarik nafas panjang.
Dari waktu ke waktu terus bergulir, tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Ternyata akhirnya sang waktu menunjukkan siapa gadis itu sebenarnya. Ternyata lebih banyak lagi kekecewaanku terhadapnya.

Ternyata bukan hanya aku saja yang merasakan kekecewaan terhadapnya. Ada beberapa orang teman-temannya yang aku kenal banyak mengeluh. Saat itu aku masih saja tak mau ambil pusing. Beberapa waktu kemudian, tiba-tiba aku di pecat tidak hormat dari tempat aku bekerja. Kesalahan yang benar-benar tak aku perbuat. Dan alasan yang tidak masuk akal membuatku kecewa terhadap perusahaan.

Walaupun pada awalnya Icha bersikap munafik, namun pada akhirnya sedikit demi sedikit dia membuka rahasianya sendiri. Bahkan, perbuatan-perbuatan memalukan dia lakukan sembunyi-sembunyi dari orang-orang sekelilingnya. Hanya aku yang tahu perbuatannya. Aku tak dapat berkutik. Biarkan dia lakukan apa yang dia mau. Itu urusannya, pikirku dulu.

Seminggu sudah saat itu aku menjadi penganggur. Tidak sengaja bertemu Nuri teman lamaku. Karena lamanya tak bertemu, membuatku dengan Nuri asyik ngobrol sampai lupa waktu. Entah aku harus iri atau bangga, karena teman-temanku satu persatu menjadi orang yang mereka inginkan. Sementara aku, kini hanya seorang penganggur. Nuri yang aku kenal dulu adalah seorang penyanyi pub. Tapi kini, ia sudah menjadi seorang istri dari pengusaha ternama di kota ini. Aku benar-benar salut. Perubahan dari penampilan dan sikapnya membuatku kagum.
Saat aku ceritakan tentang kesialanku yang di pecat tidak hormat oleh perusahaan , dia terkejut. Kemudian Nuri menawarkan pekerjaan di perusahaan suaminya, karena beberapa waktu yang lalu ada seseorang yang di keluarkan. Aku girang mendengarnya, tak menyangka aku akan cepat mendapatkan pekerjaan lagi.
Tapi betapa terkejutnya aku, ketika ia memberikan kartu nama suaminya. Karena perusahaan yang tertera adalah jelas perusahaan tempat aku bekerja sebelumnya, dimana aku di pecat tanpa alasan yang kuat.
"Boleh aku tanya sedikit, Nur?" kataku sambil menyembunyikan keterkejutannku.
"Tanya sajalah, Mel. Kamu ini kayak sama siapa saja! Mau nanya pake minta ijin dulu segala" jawabnya tersenyum geli.
"Kalau boleh aku tahu, kenapa manager area perusahaan ini kemarin di pecat?"
"Karena aku mendengar dari seorang teman, bahwa dia suka bermain curang. suka mengambil keuntungan perusahaan untuk dirinya sendiri. Dan dia pintar menghilangkan jejak kecurangannya." jawab Nuri yakin.
"Oya?" teriakku histeris.
"Ya gitu, kok terkejut amat?"
"Teman kamu yang mana yang memberi informasi itu?" tanyaku lagi tanpa menghiraukan pertanyaannya.
"Itu, dari Icha. Teman kerjaku waktu di pub. Dia kenal banget sama itu orang. Makanya aku sarankan sama suamiku agar cepat-cepat memecatnya. Waktu itu memang suamiku bingung dengan alasan apa memecatnya. Karena selama ia bekerja di perusahaan, dia memang bekerja dengan baik... bahkan berprestasi. Tapi Icha berhasil meyakinkan suamiku agar memecatnya tanpa alasan. Ya... daripada perusahaan suamiku lama-lama bangkrut. nanti aku juga yang kena susahnya. Aku kan capek hidup menderita. Aku tak mau menjadi penyanyi pub lagi."
"Tapi kan itu gak fair. Kalian mempercayai suatu kejahatan tanpa bukti. Itu namanya fitnah!"
"Gak tau juga, suamiku bilang juga begitu sih. Tapi aku sendiri juga gak ngerti waktu si Icha ngasih penjelasan sampai suamiku langsung memecat tu orang."
"Sekarang aku tanya, kamu lebih mengenal aku atau mengenal Icha?"
"Ya aku lebih mengenal kamu lah. Kita berteman dari kecil. Banyak suka dan duka kita lalui bersama. Apalagi kamu adalah orang yang banyak membantu aku di saat aku susah. Di saat orang-orang mencibirku dan menjauhiku karena aku seorang penyanyi pub, tapi kamu selalu berada di sampingku membuatku tegar. Kamu yang membuatku dapat bertahan...!" jelas Nuri panjang lebar sambil di akhiri senyuman.
"Nur, aku mau tanya. Jika seandainya yang di pecat oleh suami kamu itu, kamu percaya tidak?" Tanyaku menyelidik. Ku lihat Nuri mengernyitkan dahinya.
"Akh ya ga mungkin dong!!!" hardiknya menepiskan tangannya.
"Ga mungkin bagaimana? Ga mungkin itu aku, atau gak mungkin aku melakukan semua kejahatan yang di tuduhkan Icha?" Tanyaku ingin tahu.
"Dua-duanya ga mungkin...!" jawabnya tegas. Aku merasa lega. Tapi aku tetap berusaha menyembunyikan rasa kekecewaanku.
"Nur, sebelum aku melamar kerja di perusahaan suamimu, ada baiknya kamu selidiki dulu siapa Icha yang sebenarnya. Kemudian kamu kumpulkan bukti bukti tentang karyawan yang di pecat itu, dan terakhir kamu cari tahu siapa orangnya. Hubungi aku jika semua itu sudah kamu dapatkan. Aku ada perlu, lupa ada janji dengan orang. See you ya......!" kataku buru-buru meninggalkan Nuri yang keheranan.

Langkahku di percepat, aku tak menyangka Icha memfitnah aku seperti itu. Aku mengakui, memang Icha super ramah, mulut manisnya dapat membuat orang-orang di sekelilingnya percaya dan memujanya. Ingin rasanya segera sampai di rumah, masuk kamar dan membaringkan badan yang letih ini.

Sesampainya di rumah, aku melihat Rini adik sepupuku terbaring lelap di ruang TV. Aku memang menyewa rumah berdua dengan Rini. Ia seorang anak yatim, ibunya di kampung menitipkan dia kepadaku agar dapat bersekolah dengan tenang. Lagi pula anak ini hanya menurut kepadaku di banding anggota keluarga lainnya. Dia memang sedikit bandel, tapi pintar. Ku ambil selimutnya yang terjatuh di lantai. Ku tutupi badannya dengan selimut itu.
Kupandangi wajah lugunya. Aku tak tahu kenapa dia sampai tidur di luar kamar, padahal TV pun tidak menyala. Artinya dia bukan tertidur karena menonton TV. Aku berniat mengambil bantal dari kamarnya.

Tiba-tiba langkahku terhenti mendengar suara mendesah dan sesekali tawa kecil dari kamar Rini. Aku melangkah dengan hati-hati. Hantu kah atau...... Belum pikiranku mengada-ada, ku lihat pintu kamar terbuka, dan ..... astaga...... Icha ada di rumahku? di kamar sepupuku? dan asyik bercinta dengan centilnya di depan kamera HP?
Buru-buru aku kembali ke ruang TV, ku bangunkan Rini dan ku ajak tidur di kamarku.

Malam itu aku berpikir hebat. Perang bathin antara niat jahat dan niat baik. Sampai pagi hari, aku tak dapat tidur.
Pagi itu, aku keluar kamar. Ku lihat Icha sudah tidak ada di rumahku. Dia anggap apa rumahku? Hotelkah? Datang ke rumahku hanya meminjam kamar sepupuku untuk bercinta dengan laki-laki lain? Biadab benar perempuan itu.

Siang harinya, tak sengaja aku bertemu Nuri lagi, kali ini ia bersama Icha. Jantungku berdetak kencang, menahan marah. Icha berbisik pada Nuri, kemudian ia melambaikan tangannya padaku. Ia menghampiriku ketika aku tidak mau beranjak menemuinya.
"Kok sombong sech?" ucapnya tanpa dosa. Seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
"Biasa aja, dari mana aja, Cha?"
"Ini aku lagi nganter Boss baruku!!" jawabnya sambil menunjuk pada Nuri.
"Boss baru?"
"Iya, aku di terima kerja di perusahaan suaminya sebagai manager area gitu. Berarti dia boss ku juga dong. Ya kan, Nur?" Katanya centil. Astaga, tidak salah Icha yang tamatan SMA, yang pengalaman kerja hanya menjadi penyanyi pub saja bisa di terima kerja menjadi manager area? " jeritku histeris dalam bathin.
"Cha, aku mau telpon Rini. Tapi gada pulsa, boleh aku pinjam HP mu?" kataku memelas.
"O ya tentu saja. HP ku ga pernah kekurangan pulsa. pake aja sepuasnya!!" jawabnya sombong. Cih...padahal nganggur-nganggur begini, pulsaku juga masih banyak. Kataku dalam bathin.

Tak lama setelah bicara dengan Rini, aku mengembalikan HP itu pada Icha. Kami pun makan bersama. Nuri tak banyak bicara saat itu. Tatapannnya berbeda dengan siang kemarin.
Suasananya pun berbeda lagi dari sebelum-sebelumnya. Aku dan Nuri bagaikan orang yang tidak saling mengenal. Lain halnya dengan Icha, yang sikapnya over bahagia.

Usai makan siang, Icha dan Nuri berpamitan. Sebelum pergi, Icha berbisik padaku, "Terima kasih ya, jabatanmu ku terima. bye honey!"
Darah dalam dadaku mengalir panas seketika itu.

Setelah seharian letih melamar kerja ke sana ke mari, aku pergi menjemput Rini ke sekolahannya. Memang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Entah kenapa sore itu memang aku bersemangat menjemput Rini.

Sesampainya di sana aku mendengar suara teriakkan Icha. Ku hampiri, dan astaga Rini tengah di tampar beberapa kali dan badannya di dorong sampai terjatuh ke lantai di depan semua orang.
"Heh... apa yang kamu lakukan sama sepupuku? Berani benar kamu bersikap kasar padanya?" Teriakku meluapkan rasa amarah yang terpendam lama seraya merebut Rini darinya.
"Ya ini sepupumu kan, dia biadab telah menyebarkan video ku di internet!"
"Apa?"
"Ya, aku tidak jadi menjabat managar area gara-gara semua orang melihat rekaman videoku di internet. Sial bener-bener sial kamu punya sepupu. Biadab, anjing, goblok benar!!!!"
"Heh.... dengar ya, Cha! Yang biadab itu, yang bajingan itu kamu. Berani-beraninya kamu datang ke rumahku meminjam kamar Rini untuk bercinta. Tanpa permisi juga tanpa pamit. Manusia macam apa kamu? Yang menyebarkan video ke internet itu bukan Rini, tapi aku!!!"
Semua terdiam.
"Apa? jadi kamu biang keroknya? Astaga kenapa kamu setega itu? kamu sudah kuanggap seperti saudara sendiri. Apapun aku lakukan untuk kamu. Dan ini balasanmu? Setelah semua kebaikkan-kebaikkan yang telah aku lakukan padamu? Kamu memang tidak berprikemanusiaan, Mel!!!!" ucap Icha panjang lebar dengan sesekali di iringi isak tangis yang di buat-buat. Seolah-olah akulah yang berbuat jahat padanya.
Tak apalah orang seperti itu tidak perlu di layani.

Keesokkan hari aku di panggil ke datang ke perusahaan tempat aku bekerja dan di pecat. Di dalam ruangan Pak Bram, ada beberapa direksi. Mereka mempersilahkan aku duduk. Pak Bram memulai pembicaraan.
"Mel, atas nama semua direksi dan perusahaan mengucapkan permohonan maaf atas tindakkan pemecatanmu. Namun demikian, kami tetap tak dapat menerimamu kembali. Atas kebijaksanaan semua direksi, Perusahaan hanya memberikan uang pesangon 1 tahun gaji. Berhubung kamu memang sudah lama bekerja di sini, dan juga membantu majunya perusahaan. Dan jangan khawatir, permintaan maaf dari perusahaan, akan di umumkan di surat kabar esok."

Keluar dari kantor itu, aku bertemu Nuri.
"Mel, maafkan aku. Aku hanya dapat berbuat itu saja. Semua sudah tahu kelakuan Icha. Tapi aku tidak tahu, Icha tetap di pekerjakan di sini. Sebagai sekretaris Mas Bram!"
Oh my God, lebih buruk lagi. Ternyata dewi Fortuna sedang berpihak pada Icha. Semua keberuntungan ia peroleh dengan hasil yang gemilang.

Dalam kesendirian, aku menyesali perbuatanku yang menyebarkan rekaman itu. Sesekali aku menangis karena tak percaya aku bisa berbuat sejahat itu pada kawanku sendiri. Tapi di lain pihak, hatiku berkata, Icha memang pantas menerimanya. Toch ia tetap berjaya.
Kini, dengan uang pesangon yang aku terima, aku membuka warung makan di daerah kampus. Alhamdulillah hasilnya bisa menyambung hidup, dan membiayai Rini sampai perguruan tinggi.
Namun rasa bersalah terhadap Icha masih menjadi bulan-bulanan dalam hidupku.


1 Comment:

Anonim said...

Jika ini kisah nyata: Percayalah, waktu yang akan membuat kamu melupakan peristiwa itu. Memang terkadang orang mudah percaya dengan mulut manis. Tapi semua itu tidak akan berlangsung lama. Dan perlu kamu ketahui, orang seperti Icha berada di mana-mana.

 

blogger templates | Make Money Online