Jumat, 29 Mei 2009

EMPAT


Sama halnya dengan angka 13, angka 4 juga mengandung arti yang sama yaitu "mati" dengan kata lain berarti juga "sial". aku meyakini bahwa hidupku yang penuh kesialan itu adalah pengaruh dari angka 4.
Tapi Mila sahabatku berusaha meyakinkan aku, bahwa baik angka 13 ataupun angka 4 tidak ada pengaruhnya dalam hidup.

Namaku Adila, lahir pada hari kamis tanggal 4 April 1974 tepat pukul 4 pagi dini hari. Aku anak ke 4 dari 4 bersaudara, dan aku tinggal di blok baru IV no. 44.
Pada usiaku ke 24, aku menikah dengan seorang duda kaya beranak satu. Pria ini sudah aku kenal sejak 4 tahun lalu, di mana saat itu dia sedang kehilangan arah akibat istrinya meninggal. Setelah 4 tahun saling mengenal, akhirnya kami menikah. Pernikahan kami berlangsung sangat meriah dan terbilang mewah. Tapi tak kusangka, 4 minggu kemudian perusahaan suamiku bangkrut karena sesuatu hal yang tidak aku mengerti. Akibatnya, dia meninggal karena serangan jantung. Ibu mertuaku menganggap bahwa akulah sumber sial bagi keluarganya. Akhirnya, aku kembali ke rumah orang tuaku.

Tak henti-hentinya aku meratapi penderitaan hidupku. Bagaimana tidak, 4 tahun aku bina hubungan, tiba-tiba hilang dalam waktu 4 minggu saja. Untunglah aku belum mengundurkan diri dari perusahaan, setidaknya aku masih punya pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan. Sejak itu, aku berusaha menutup diri dari lelaki. Hingga 6 tahun kemudian saat usiaku menginjak 30 tahun, aku masih menyendiri tanpa pendamping.

Suatu hari, atasanku di kantor memintaku mengirim uang ke 2 rekening perusahaan. dengan jumlah yang sangat besar. Ternyata nomor rekeningnya tertukar, sehingga aku salah mengirim uang. Walaupun uang itu dapat di kembalikan, namun perusahaan tetap memberhentikan pekerjaanku. Al hasil akupun menjadi pengangguran. Di jaman yang serba sulit ini, menjadi seorang pengangguran adalah suatu pukulan yang sangat keras. Di mana aku adalah janda tanpa anak, aku tetap seorang anak yang wajib mengurus orang tua. Untuk tetap dapat penghasilan, aku menjual barang-barang. Walaupun hasilnya tak seberapa, tapi tetap aku kerjakan. Menjual ini, menjual itu hasilnya tetap sama. Kehidupanku semakin buruk dan tak menentu. Hal ini tentu saja membuat ke dua orang tuaku khawatir. Ibuku menyarankan, agar aku menikah lagi. Tapi aku tolak, aku tak ingin justru dengan menikah lagi, kehidupanku akan lebih menderita.

3 tahun kemudian aku masih tetap menyendiri, tanpa sengaja suatu waktu aku membuka web site tentang angka. Di situs ini aku membaca satu persatu arti dari angka. Aku berhenti membaca di angka empat. Dimana angka empat ini jelas artinya "mati". Dan seketika itu aku langsung menyadari, bahwa kehidupanku penuh dengan angka empat.

Malam harinya aku tak dapat memejamkan mata. Angka 4 dan artinya terus menghantuiku. Dan malam itu juga, aku terus mengingat kembali semua yang telah terjadi. Benar, Kesialanku terus membuntutiku sejak dulu. Seakan memberi isyarat bahwa dunia tidak menyukai eksistensiku. Aku menangis sejadi-jadinya, mengingat masa hidupku yang penuh dengan air mata.
Hari-hariku selalu meratapi kesialanku. Sampai suatu hari, Mila teman SMA ku dulu datang dan mengajakku makan siang di sebuah restoran. Setelah ngobrol ke sana ke mari, akhirnya Mila menawarkan pekerjaan. Dia sudah membuka butik, dan sekarang dia ingin memperluas usahanya dengan membuka foto & bridal. Mila masih membutuhkan karyawan, dan dia menawarkan aku sebagai orang kepercayaan di usahanya yang baru.

"Kenapa harus aku, Mil?" Kataku terkejut.
"Lho, memangnya kenapa. Wajar toch, aku kenal betul siapa kamu. Aku yakin kita akan sama-sama maju. Kenapa terkejut? Kamu gak mau ya, punya partner kerja sama aku?" kata Mila balik bertanya.
"Bukan.... bukan aku gak mau bekerja sama dengan kamu, tapi......." aku ragu untuk melanjutkan.
"Tapi kenapa?" tanya Mila penasaran.
"Apa kamu tidak akan menyesal?"
"Menyesal kenapa?"
"Karena aku ini orang pembawa sial!" jawabku penuh keraguan.
"Maksud kamu?"
"Ya, Mil. Aku ini perempuan pembawa sial....." kataku lirih, aku menarik nafas panjang.
"Siapa yang bilang kamu ini pembawa sial?"
"Iya, Mil. Kamu kan tahu, dalam hidupku penuh di kelilingi angka 4. Aku adalah anak ke 4 dari 4 bersaudara. Lahir hari kamis, di mana kamis itu menurut orang melayu adalah hari ke 4. Terus, aku lahir tanggal 4 bulan 4 tahun 1974, pukul 4. Aku menikah saat usia 24 dengan masa pacaran 4 tahun. 4 minggu dari pernikahanku, usaha suamiku bangkrut yang kemudian mengakibatkan mendiang suamiku terkena serangan jantung yang akhirnya membuatku menjadi seorang janda. Angka 4, Mil.... angka 4!!!!"
"Iya, terus kenapa dengan angka 4?"
"Karena menurut orang asia, khususnya Cina, Jepang dan Korea, angka 4 artinya mati... sial. Sama hal nya dengan angka 13"
"Ya terus, kalau angka 4 itu artinya mati atau sial, memang kenapa?"
"Lho, kok kamu gak ngerti juga sech? Karena angka 4 angka sial. Sementara kehidupanku di kelilingi dengan angka 4...... aku anak ke 4 dari 4 bersaudara......."
"Cukup.... cukup, sejak jaman sekolah dulu, aku tahu kamu anak ke 4 dari 4 bersaudara dan seterusnya. Tapi aku tidak peduli dengan angka 4 yang kamu percaya sebagai angka sial itu. Walaupun kamu merasa kehidupan kamu selalu sial, aku tetap akan meminta kamu bekerja untuk mengurus usaha baruku, bagaimana?"
"Kamu tidak peduli dengan semua itu?" tanyaku heran.
"Tidak sama sekali!!" jawabnya tegas.
"Kamu yakin, akan tetap merekrut aku bekerja dengan kamu?"
"Ya, Dil. Aku tetap akan mengajak kamu. Kamu tidak boleh terbawa hati dengan angka 4 sial mu itu. Justru kamu harus bangkit, bahwa angka 4 itu angka keberuntungan kamu!"
"Bagaimana mungkin, Mil. Sekarang ini aku merasa tak ada gunanya lagi mencari kesempurnaan dan kebahagiaan. Karena jelas, bahwa hidupku di kelilingi dengan angka 4. Dimana angka 4 itu adalah angka mati, yang berarti sial."
"Hahahaha suka banget ya kamu mengulang kalimat....!!!! Kok di ulang-ulang sech.... kok di ulang-ulang sech...... kok di ulang-ulang sech? hahahahaaha" ucap Mila meledek.
"Adila......" Mila kemudian menghentikan tawanya dan kembali serius.
"Aku ingin, kamu membuang masa lalu. Terutama dengan angka 4 sialmu. Aku tidak ingin kamu menganggap dan percaya bahwa angka 4 adalah angka sial. Semua yang telah kamu alami dengan angka 4 mu itu, adalah sesuatu yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kehidupan kamu. Kesuksesan dan kebahagiaan terletak dari apa yang kita tekuni, bukan semata dari keyakinan yang hanya sebuah ramalan. Mulai saat ini, kamu harus bisa membimbing pikiran kamu, bahwa angka 4 adalah angka keberuntungan kamu dan bukan angka sial. Kamu harus yakin dan percaya bahwa predikat pembawa sial pada diri kamu itu dapat berubah menjadi pembawa keberuntungan. Dan sekarang, hatiku berkata, kamu adalah pembawa keberuntunganku. Tolong jangan tolak tawaranku. Aku sangat membutuhkan orang yang bisa aku percaya seperti kamu..... tolong ya!" sambung Mila panjang lebar. Sungguh aku tersanjung dengan apa yang baru saja aku dengar. Dia benar, aku harus mulai membuang jauh-jauh keyakinan bahwa angka 4 adalah angka sial. Buktinya, aku beruntung mempunyai teman sehebat Mila. Aku tersenyum dan mengangguk pelan. Mila pun tersenyum senang.

"Mila Foto & Bridal" telah di buka tanggal 4 Januari. Menginjak bulan ke 2, aku melakukan kesalahan. Sehingga mengakibatkan perusahaan rugi yang tidak sedikit. Nyaliku kembali ciut. Aku yakin, kali ini Mila percaya bahwa aku adalah pembawa sial. Dan dia akan mengeluarkanku dari pekerjaan ini, padahal terus terang, aku sudah menikmati pekerjaan ini. Tapi di luar dugaan, Mila sama sekali tidak marah, apalagi memecatku dari pekerjaan ini.
"Kamu tidak marah dan tidak memecatku, Mil? Kamu kan rugi besar, kenapa kamu masih mempertahan aku? Lama-lama kamu bangkrut, kalau kamu tidk mau memecat aku, biar aku yang mengundurkan diri. Aku tidak mau membuat kamu kecipratan sial!" kataku saat Mila berkunjung ke ruanganku.
"Cukup Adila.....!!!!" tiba-tiba Mila menggebrakkan meja. SAking kerasnya, salah satu pegawai datang untuk menanyakan apa yang terjadi di ruangan.
"Tidak ada apa-apa, saya akan panggil kalau kamu di perlukan!" kata Mila waktu itu.
"Aku sudah bilang...." Mila melanjutkan, "Kamu harus buang jauh-jauh keyakinan tentang kesialan kamu itu! Kerugian yang terjadi kemarin adalah hal biasa, bukan pengaruh dari angka 4 kamu. Dalam hal usaha dan bisnis, untung dan rugi itu sudah biasa. Aku sudah tidak heran lagi dengan semua itu. Aku tidak akan pernah seperti sekarang ini, tanpa kerja keras. Kamu lupa, dalam kehidupanku, aku juga di kelilingi dengan angka 13. Dan kamu tahu itu dari dulu. Tapi sekarang, kamu bisa lihat sendiri hasilnya. Bahkan, butik pertama aku dirikan di buka tanggal 13 pukul 13.00. Rumahku nomor 13, nggak jauh beda dengan kamu. Tapi kamu lihat sendiri, apa pengaruhnya angka dengan kehidupan kita. Yang membuat sesuatu menjadi untung dan rugi itu adalah diri kita sendiri, ketekunan kita dalam mengerjakan sesuatu, kedisiplinan, kejujuran, kemauan, pake otak dan bukan pake arti angka! Lagian hari gini kamu masih percaya gituan.....!!!"
Aku tertunduk malu dan bahagia, aku menghela nafas panjang.
"Kamu benar, maafkan aku, Mil. Dan terima kasih masih mau percaya sama aku. Aku gak tahu harus buat apa untuk menunjukkan rasa terima kasihku sama kamu!" kataku terbata-bata menahan tangis.
"Aku hanya ingin kamu melupakan kesialan-kesialan kamu, untuk merubah menjadi kesuksesan. Kamu harus terus berusaha. Hanya itu yang aku mau, tunjukkan padaku, tunjukkan pada dunia, kalau kamu bisa bahagia dengan angka 4. Bahwa kamu bisa untung, bisa sukses dan bisa bahagia dengan angka 4. Karena aku juga bisa seperti ini dengan angka 13"
"Iya, Mil. Terima kasih ya!" Aku memeluk Mila dengan isak tangis.

Sejak itu, aku berusaha meyakinkan diri bahwa aku layak bahagia. Bahwa angka 4 itu tidak mempengaruhi kehidupanku. Hari-hari aku jalani dengan kerja keras. Karena perjuanganku, aku bisa melupakan angka 4 itu. Sebagai gantinya, aku malah menekuni pengetahuan tentang fashion. Sedikit demi sedikit aku bertanya pada Mila atau pada pegawai yang ada.
Sering aku menggambar baju-baju saat sedang mengobrol dengan Mila. Atau di saat-saat waktu luangku. Hari demi hari aku merasakan kebahagiaan dalam hidupku. Terlebih lagi "Mila Foto & Bridal" maju lebih dari yang aku kira. Dan keuntungan lebih dari kerugian atas kesalahanku sebelumnya.

Suatu hari, Mila mengajakku menghadiri suatu perlombaan gaun pengantin modern. Dan alangkah kagetnya, karena namaku ada dalam daftar peserta. Lebih kaget lagi karena namaku di sebut sebagai pemenang ke 2. Walaupun dengan rasa heran dan tidak mengerti apa yang terjadi, aku tetap menerima piala kemenangan itu. Dan saat kembali ke tempat duduk, Mila sudah tidak ada di tempatnya. Kali ini aku benar-benar bingung. Tapi aku dapat tampil layaknya peserta, layaknya pemenang. Yang aku pikirkan saat itu adalah bertanya pada Mila. Sungguh, sekembali dari penerimaan piala, aku tak melihat batang hidung Mila sampai akhir acara.

Sebelum pulang aku mampir ke tempat kerjaku. Tapi tutup, pintu samping tampak terbuka. Aku masuk dan astaga ada pesta? Pesta siapa?
"Happy birthday..... Adila....!!!!" suara serempak kudengar dari semua yang ada. Ku lihat Mila tersenyum dari salah satu di antara mereka. Sebelum aku menanyakan tentang perlombaan itu, tiba-tiba Mila memberikan aku secarik kertas yang usang dan dekil. Aku ingat, itu adalah kertas yang aku beri gambar rancangan gaun pengantin.
"Jadi.... jadi.... piala ini benar-benar milikku, Mil?" teriakku gembira.
"Astaga, bagaimana bisa?"
'Itu semua karena kerja keras kamu. Dan kamu mengerjakannya dengan rasa suka tanpa beban! Dan sekarang kamu percaya, bahwa hidup kita tidak tergantung pada angka? Buktinya kamu menjadi pemenang di perlombaan bergengsi ini tepat di hari ulang tahun kamu yang ke 34. Selamat menjadi pemenang dan selamat Ulang tahun ya!!"
Aku mebalas pelukan Mila, " Terima kasih ya, Mil. Eh siapa bilang hidup kita tidak tergantung pada angka? Kita sangat tergantung pada angka lho.... angka rupiah hahahaha!!!!"
Semua tertawa, acara di lanjutkan menjadi acara ulang tahun. Ini benar-benar hadiah istimewa dalam hidupku.
.........................................@@@@@@@@@@@............................................

0 Comments:

 

blogger templates | Make Money Online