Rabu, 10 Juni 2009

Saya Tak Pernah Menulis Dengan Benar


Pengakuan seorang penulis dari Amerika bernama Linda Stafford. Sebuah cerita yang patut menjadi pembangkit inspirasi, bahwa siapa saja bisa menjadi seorang penulis tanpa harus menjadi seorang yang jenius dulu. Cerita ini di kutip dari buku “Chicken Soup for the Soul at Work”. Kisah ini sengaja saya sajikan dalam blog ini, karena patut untuk di baca. Dan cerita ini merupakan cerita yang paling berbobot untuk di tiru.


Ketika berusia 15 tahun, saya mengumumkan di depan kelas bahwa saya akan menulis buku dan membuat ilustrasinya sendiri. Sebagian teman-teman mengejek; sebagian lainnya hampir-hampir terjatuh dari kursi mereka karena tertawa.
“Jangan ngawur. Hanya orang yang jenius yang bisa menjadi pengarang,” begitu kata guru bahasa Inggris saya dengan geli. “ Dan nilai kamu hanya D untuk semester ini.
Saya merasa sangat malu sampai-sampai saya menangis tersedu-sedu. Malam itu saya menulis sebuah puisi pendek yang memilukan tentang impian yang hancur luluh, lalu mengirimkan puisi itu ke koran Capper’s Weekly. Betapa terkejutnya saya ketika Koran itu memuatnya dan mengirimkan honornya sebesar dua dolar. Saya sudah menjadi penulis yang tulisannya dikirim lalu di muat Koran! Saya menunjukkannya kepada teman-teman dan guru bahasa Inggris saya.
“ Alaa, kamu ‘kan hanya kebetulan saja bernasib baik,’ demikian kata si guru itu.
Tetapi, saya sudah merasakan sukses. Saya telah berhasil menjual tulisan saya yang pertama. Mereka sendiri belum pernah berhasil melakukannya, dan kalau memang itu “hanya kebetulan bernasib baik”, tak jadi apa buat saya.
Selama 2 tahun berikutnya saya berhasil menjual selusin puisi, lelucon, dan resep masakan. Pada saat saya lulus SMU (dengan rata-rata C minus), saya sudah mempunyai buku kliping yang penuh dengan tulisan saya yang pernah di terbitkan. Saya tidak pernah lagi bercerita tentang semua tulisan saya itu kepada guru saya, teman saya ataupun keluarga saya. Mereka hanya akan bisa menghancurkan impian saya, dan kalau kita harus memilih antara teman dan impian, kita harus selalu memilih impian.
Tetapi ada kalanya kita menemukan seorang teman yang mendukung impian kita. “Menulis buku itu mudah,” demikian teman baru itu mengatakannya pada saya. “ Kamu pasti bisa mewujudkannya.”
“Saya tidak yakin apakah saya memang cukup pintar untuk bisa mewujudkannya,” kata saya, tiba-tiba saya merasa seperti remaja berusia 15 tahun lagi dan mendengar kembali gema tawa guru dan teman-teman saya.
“Omong kosong!” kata teman wanita saya itu,” Setiap orang pasti bisa menulis buku kalau mau.”
Saya sudah mempunyai 4 orang anak waktu itu, dan yang paling besar umurnya 4 tahun. Kami tinggal di peternakan kambing di Oklahoma, sekian kilometer jauhnya dari rumah tetangga. Pekerjaan saya sehari-hari hanyalah mengurus ke empat anak itu, memerah susu kambing, memasak, mencuci pakaian dan berkebun. Semuanya pekerjaan mudah.
Ketika anak-anak tidur siang, saya mengetik dengan menggunakan mesin tik saya yang sudah kuno. Saya menulis apa saja yang saya rasakan. Tulisan itu membutuhkan waktu 9 bulan sampai selesai, seperti bayi dalam kandungan.
Saya memilih penerbit secara asal-asalan dan membungkus naskah itu dengan kotak pembungkus popok Pampers, satu-satunya kotak yang saya temukan (saya belum pernah mendengar bahwa ada kotak khusus untuk mengemas naskah). Surat yang saya lampirkan berbunyi: “Saya menulis sendiri buku ini, dan mudah-mudahan anda menyukainya. Saya juga yang menggambar ilustrasinya. Bab 6 dan 12 adalah bab yang paling saya sukai. Terima kasih.”
Saya mengikat kotak popok itu dengan seutas tali, lalu mengirmkannya dengan menyertakan amplop yang bertuliskan alamat sendiri, lengkap dengan perangkonya. Saya juga tidak membuat salinan naskah tersebut. Sebualn kemudian saya menerima surat perjanjian penerbitan buku, uang muka royalty dan permintaan untuk mulai menulis buku saya yang selanjutnya.
Crying Wind (Tangisan Angin) menjadi buku terlaris, di terjemahkan ke dalam 15 bahasa dan Braille, dan di jual di seluruh dunia. Saya muncul dalam acara TV di siang hari dan mengganti popok di malam hari. Saya bepergian dari New York sampai ke California dan Canada untuk mempromosikan buku saya. Buku pertama saya menjadi buku bacaan wajib di sekolah-sekolah suku bangsa asli Amerika di Canada.
Diperlukan waktu 6 bulan untuk menuliskan buku saya yang selanjutnya. Saya mengirimkannya dengan mengemasnya dalam kotak mainan Uncle Wiggley yang sudah kosong. My searching Heart (Hatiku yang Selalu Menggapai) juga menjadi buku terlaris. Saya menulis novel saya yang berikutnya, When I Give My Heart (Ketika Kuserahkan Hatiku), hanya dalam waktu 3 minggu.
Pada tahun terburuk saya sebagai pengarang, saya menghasilkan uang 2 doalar ( karena pemula dan masih berusia 15 tahun). Pada tahun saya yang terbaik, saya berpenghasilan $36,000. Biasanya, setiap tahun, saya berpenghasilan antara $5,000 sampai $10,000. memang tidak cukup untuk hidup, tapi jumlah itu masih lebih banyak daripada jerja paruh waktu, dan $5,000 sampai $10,000 lebih banyak daripada kalau saya sama sekali tidak menulis.
Orang sering bertanya dimana saya kuliah, apa gelar kesarjanaan saya dan kualifikasi apa yang saya miliki untuk menjadi seorang penulis. Jawabannya tidak ada. Saya hanya menulis saja. Saya bukan seorang jenius, saya bukan orang berbakat, dan saya tidak bisa menulis dengan baik. Saya pemalas, tidak disiplin, dan menghabiskan waktu lebih banyak dengan anak-anak saya dan teman-teman saya daripada menulis.
Saya baru memiliki thesaurus empat tahun yang lalu dan saya menggunakan kamus Webster kecil yang saya beli di Kmart seharga 89 sen. Saya menggunakan mesin ketik listrik yang saya beli dengan harga $129 enam tahun yang lalu. Saya belum pernah menggunakan program pengolah kata. Saya memasak, membereskan rumah, mencuci pakaian keluarga saya yan g terdiri atas enam orang, dan hanya menulis bila saya punya waktu luang beberapa menit di sela-sela kesibukkan saya sehari-hari. Saya menulis dengan tulisan tangan lengkap pada batu tulis kuning ketika duduk santai di sofa dengan ke empat anak saya, makan pizza sambil nonton TV. Ketika tulisan itu sudah selesai, saya mengetiknya, dan mengirimkannya ke penerbit.
Saya sudah menulis delapan buku. Empat sudah di terbitkan, tiga masih di tangan penerbit. Yang satunya lagi menyebalkan.
Kepada siapa saja yang bermimpi menjadi penulis, aya berteriak kepada Anda, “Ya, kamu bisa! Jangan dengarkan mereka!”
Saya tidak bisa menulis dengan baik, tetapi saya telah berhasil melawan sesuatu yang mustahil. Menulis itu mudah, menyenangkan, dan siapa saja dapat melakukannya. Tentu saja, mendapatkan”kebetulan bernasib baik” boleh-boleh saja, asal jangan dibiarkan melukai hati.
The end




3 Comments:

hill said...

gimana ngeblog teh msh terus? :D

@cicin said...

Lumayan, msh merangkak. maklum rada gaptek keneh!! melek siang mlm, baru secuil yg bs d fahami. kasian deh gw, jauh dr gurunya. eta kunaon HP 3-3nya meni mati wae!!!

Electronic Cigar said...

I couldn’t leave your website before saying that I really enjoyed the quality information you offer to your visitors… Will be back often to check up on new stuff you post here!

 

blogger templates | Make Money Online